Oleh: Departemen Lingkungan Hidup BEM UI 2021
Ketika kita mendengar kata “laut”, apa yang ada di dalam benak kita? Mungkin sebagian dari kita akan membayangkan para nelayan yang menebar jala, ikan-ikan yang berenang ke sana dan ke mari dalam kawanan, terumbu karang yang memesona, dan masih banyak lagi. Laut memiliki keanekaragaman hayati yang bermanfaat untuk bahan baku obat-obatan, kosmetika, hingga pangan. Setelah itu, laut juga menyimpan sumber daya energi terbarukan yang bisa diberdayakan seperti panas air laut, gelombang laut, hingga arus laut. Tak hanya itu, laut pun memiliki potensi yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia, menurut Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, Syarief Widjaja, luas lautan Indonesia mencapai 6,4 juta kilometer persegi dan dengan luas tersebut total potensi ekonomi yang bisa dihasilkan mencapai US$ 1,3 triliun per tahunnya. Selain itu, sepanjang triwulan III 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja pada sektor perikanan mengalami kontraksi dengan pertumbuhan sebesar 6,24 persen (year-on-year).
Peran laut tak hanya berkutat di sektor perekonomian saja, laut juga memiliki peran dalam menopang kebutuhan paling mendasar bagi hampir setiap mahkluk hidup di Bumi, yaitu oksigen. Para peneliti meyakini bahwa fitoplankton berkontribusi terhadap keberadaan oksigen di Bumi sebesar 50 hingga 85 persen (EarthSky, 2015). Besarnya kontribusi fitoplankton tersebut disebabkan oleh jumlah karbon dioksida yang mereka gunakan, yakni sebesar 37 miliar ton CO2 (sebagai perbandingan, jumlah tersebut setara dengan jumlah CO2 yang ditangkap oleh 1,7 triliun pohon—setara dengan empat hutan Amazon—atau sebesar 70 kali lipat dari jumlah CO2 yang diserap oleh pepohonan di US Redwood National and State Parks setiap tahunnya). Keberadaan fitoplankton disokong oleh paus yang mampu melipatgandakan produksi fitoplankton, paus sendiri mampu menyerap CO2 sebanyak 33 ton dalam rata-rata, sedangkan satu pohon hanya mampu menyerap 24 Kg CO2 setiap tahunnya. Data-data yang telah disebutkan menunjukkan betapa “bersahabatnya” laut kepada kita. Akan tetapi, apakah manusia masih dan akan tetap “bersahabat” dengan laut?
Lagi-lagi Plastik
Dahulu kala, melihat lautan yang jernih dan bersih tanpa sampah bukanlah suatu mimpi di siang bolong. Akan tetapi, hal tersebut nampaknya tidak berlaku di beberapa daerah belakangan ini. Menurut Laurent (2017), sekitar 1,15 hingga 2,41 juta ton plastik dari sungai memasuki laut tiap tahunnya dan lebih dari setengah plastik ini memiliki massa jenis yang lebih kecil daripada air. Oleh karenanya, plastik-plastik itu tidak akan lenyap dari lautan dalam jangka waktu yang panjang. Degradasi plastik di laut menjadi mikroplastik bisa terjadi karena adanya pengaruh dari matahari, ombak, dan aktivitas mahkluk hidup lainnya di laut. Dengan bertambahnya plastikplastik yang terbuang ke lingkungan maka kadar mikroplastik di laut akan makin meningkat dan akhirnya menumpuk di lima zona akumulasi plastik lepas pantai. Zona terluas dari kelima zona tersebut adalah The Great Pacific Garbage Patch (GPGP) dengan luas 1,6 miliar kilometer persegi (setara dengan tiga kalinya ukuran Prancis). Berdasarkan data dari The Ocean Cleanup, di zona GPGP terdapat lebih dari 1,8 triliun plastik dengan berat yang mencapai 80.000 ton (sebagai perbandingan, berat dari total sampah di GPGP setara dengan 500 jet jumbo). Selain itu, berdasarkan riset terhadap jumlah mikroplastik yang juga dilakukan oleh The Ocean Cleanup sejak tahun 1970-an, terlihat bahwa jumlah mikroplastik meningkat secara eksponensial—hal ini membuktikan bahwa jumlah plastik yang memasuki GPGP jauh lebih banyak dibanding jumlah
plastik yang terurai.
Mayoritas dari plastik yang ditemukan berbahan dasar polietilena atau polipropilena (polimer dari
senyawa hidrokarbon alkena yang sulit terurai), kemudian plastik juga diklasifikasi menjadi empat jenis, yaitu tipe H (plastik keras), tipe N (tali plastic dan jaring ikan), tipe P (plastik praproduksi), dan tipe F (pecahan dari bahan berbusa). Selain itu plastik juga diklasifikasi berdasarkan ukurannya mulai dari mikroplastik (0,05—0,5 cm), mesoplastik (0,5—5 cm), makroplastik (5— 50 cm), hingga megaplastik (lebih dari 50 cm).
Untuk berita selengkapnya bisa diakses melalui tautan berikut ini:
bem.ui.ac.id/BelingPecahBiodiversitasLaut
Daftar Pustaka:
Anna, Z. (2020, Agustus 28). 75 tahun merdeka, Indonesia masih punya banyak potensi kembangkan sektor kelautan dan perikanan. Retrieved from The Conversation: https://theconversation.com/75-tahun-merdekaindonesia-masih-punya-banyak-potensi-kembangkan-sektor-kelautan-dan-perikanan-143188
Cicero, L. (2006, November 2). Science Study Predicts Collapse of All Seafood Fisheries by 2050. Retrieved from Stanford Report: https://news.stanford.edu/news/2006/november8/ocean-110806.html
Davies, R., S.J, C., Nickson, A., & Porter, G. (2009). Defining and Estimating Global Marine Fisheries Bycatch. Marine Policy, Volume 33, Issue 4, 661-672.
EarthSky. (2015, June 8). How Much do Oceans Add To World’s Oxygen? Retrieved from earthsky.org:
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). (2014). The State of World Fisheries and Aquaculture . 62. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). (2014). The State of World Fisheries and Aquaculture . 7.
Gabbatiss, J. (2018, Juni 4). Mengapa Hewan Laut Tidak BIsa Berhenti Makan Plastik? Retrieved from BBC Earth: https://www.bbc.com/indonesia/vert-earth-44278338
Hutchinson, B. (2020, July 28). 7 Ways To Reduce Ocean Plastic Pollution Today. Retrieved from Blue Habits Tips, Resources: https://www.oceanicsociety.org/resources/7-ways-to-reduce-ocean-plastic-pollution-today/
Jeslie A. Roberson, R. A. (2020). Over 90 Endangered Fish and Caught in Industrial Fisheries. 8.
Ralph Chami, T. C. (2019, December). Nature’s Solution to Climate Change. Retrieved from International Monetary Fund: https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2019/12/pdf/natures-solution-to-climate-changechami.pdf
Roach, J. (2006, November 3). Seafood Biodiversity. Retrieved from National Geographic:
https://www.nationalgeographic.com/animals/article/seafood-biodiversity
Rowland, M. P. (2017, July 24). Seafood Sustainability Facts. Retrieved from Forbes:
https://www.forbes.com/sites/michaelpellmanrowland/2017/07/24/seafood-sustainabilityfacts/?sh=4b235c4c4bbf
Plumeridge, A. A., & Roberts, C. M. (2017). Conservation targets in marine protected area management suffer from shifting baseline syndrome: A case study on the Dogger Bank. Marine pollution bulletin, 116(1-2), 395–404. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2017.01.012
Sarah Gall, R. C. (2016). The Impact of Debris on Marine Life. Marine Pollution Bulletin 6, no. 33882, 170-179. The Ocean Cleanup. (n.d.). The Great Pacific Garbage Patch. Retrieved from https://theoceancleanup.com/greatpacific-garbage-patch/
World Wide Fund for Nature. (2014). Living Planet Report