Oleh: Departemen Lingkungan Hidup BEM UI 2021

Pertengahan tahun 2021 diramaikan dengan berbagai bencana alam yang terjadi di berbagai belahan dunia. Tanpa memandang bulu, bahkan negara-negara besar tidak mampu mengendalikan bencana-bencana tersebut. Mulai dari suhu ekstrem akibat gelombang panas di Kanada, kebakaran hutan di Siberia dan Yunani, banjir bandang di Jerman, Belgia, dan Tiongkok, hingga wilayah es sebesar Florida yang meleleh di Arktik. Ratusan nyawa hilang dalam bencana-bencana tersebut, ditambah dengan kematian flora dan fauna, serta dampak-dampak lainnya. Mirisnya, bencanabencana ekstrem tersebut terjadi ketika kenaikan suhu rata-rata pemukaan Bumi ‘hanya’ sebanyak 1,1 derajat Celcius dari masa pra-revolusi industri (Chestney & Januta, 2021; Jalal, 2021).

Laporan terbaru yang dirilis oleh Kelompok Kerja I Panel Antar-Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (The Intergovernmental Panel on Climate Change Working Group I Sixth Assessment Report/AR6 Group 1 IPCC) menyatakan bahwa pada dua dekade ke depan, diperkirakan bahwa Bumi akan mengalami kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celcius atau bahkan lebih. Target kenaikan tersebut semula diprediksi akan terjadi pada tahun 2100, namun pada prediksi terbaru, pada skenario emisi tertinggi, Bumi akan memanas hingga 5,7 derajat Celcius di tahun 2100. Pada titik tersebut, kondisi ekstrem Bumi di tahun 2021 akan dianggap sebagai kondisi stabil

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) sejak sekitar tahun 1750 secara jelas terbukti bahwa sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan, aktivitas industri, agrikultur, hingga rumah tangga, semua berdampak pada peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (EPA, 2021). Konsentrasi karbon dioksida (CO2)
mengalami peningkatan tajam sebanyak 46 persen, yaitu dari rata-rata tahunan 280 ppm (part per million) pada masa pra-industri menjadi 410 ppm pada 2019. Gas metana (CH4) mengalami peningkatan dua kali lipat sejak masa pra-industri dan mencapai rata-rata tahunan 1.866 ppb (part per billion) pada 2019. Kenaikan konsentrasi dinitrogen monoksida (N2O) juga mencapai rekor baru sejak 800.000 tahun lalu dengan rata-rata tahunan 332 ppb pada 2019. Konsentrasi gas-gas halogen, seperti CFC, juga mengalami peningkatan akibat aktivitas industri sejak diciptakan beberapa dekade lalu. Kenaikan-kenaikan tersebut berimbas pada jumlah lapisan ozon. Jika dibandingkan dengan tahun 1979, lapisan ozon di atmosfer telah berkurang sebanyak 3 persen pada tahun 2018 (EPA, 2021; IPCC, 2021).

Nasib dan Sikap Indonesia

Asia sendiri merupakan salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Sebanyak 99 dari 100 kota yang paling terancam akibat bencana-bencana lingkungan akibat perubahan iklim berada di Asia (Verisk Maplecroft, 2021). Jumlah dan intensitas kejadian cuaca ekstrem di wilayah tersebut telah meningkat tajam dan seringkali menyebabkan hilangnya nyawa,
rumah, dan mata pencaharian dan menyebabkan kerusakan ekonomi yang parah (Beirne dkk.,2021).

Dengan kenaikan permukaan air laut di Asia yang diprediksi akan terjadi lebih cepat dibanding wilayah lainnya, ditambah dengan pergerakan lempeng tektonik dan ekstraksi air tanah, wilayah-wilayah pesisir di Asia Tenggara yang menjadi tempat tinggal sekitar 450 juta orang akan semakin terancam tenggelam. Selain itu, wilayah kepulauan di Asia Tenggara juga diprediksi akan
mengalami gelombang panas, kekeringan, dan “bom hujan” yang akan bertambah intens 7 persen untuk setiap derajat pemanasan global (Hicks, 2021). Meskipun negara-negara Asia Tenggara diproyeksikan akan menerima dampak paling parah dari perubahan iklim, sebagian besar negaranegara di kawasan tersebut belum memiliki strategi pengurangan emisi karbon yang secara efektif akan mengurangi keparahan risiko iklim seperti yang diprediksi IPCC.

Untuk berita selengkapnya dapat mengakses tautan berikut ini:
bem.ui.ac.id/LaporanKeenamIPCC

Daftar Pustaka:

Climate Transparency. (2020). Climate Transparency Report 2020: Indonesia. https://www.climate-transparency.org/wp-content/uploads/2020/11/Indonesia-CT-2020-WEB.pdf.

EPA. (2021). Overview of Greenhouse Gases. https://www.epa.gov/ghgemissions/overview-greenhouse-gases.

IPCC. (2021). Summary for Policymakers on Climate Change 2021: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Sixth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press.

Iswara, M. A. (2021). Menilik Tren Gas Rumah Kaca & Ambisi Pemulihan Hijau Indonesia. https://tirto.id/menilik-tren-gas-rumah-kaca-ambisi-pemulihan-hijau-indonesia-gilZ.

Katadata. (2021). 10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar.

McGrath, Matt. (2021). Climate change: IPCC report is ‘code red for humanity’. https://www.bbc.com/news/science-environment-58130705.

  1. (2020). The race to zero emissions, and why the world depends on it. https://news.un.org/en/story/2020/12/1078612.

Verisk Maplecroft. (2021). Environmental Risk Outlook 2021: Asian cities in eye of environmental storm – global ranking. https://www.maplecroft.com/insights/analysis/asian-cities-in-eye-of-environmental-storm-global-ranking/

Walhi. (n.d.). Kondisi Lingkungan Hidup di Indonesia di Tengah Isu Pemanasan Global. https://www.walhi.or.id/kondisi-lingkungan-hidup-di-indonesia-di-tengah-isu-pemanasan-global.